KOMISI II SEPAKAT DIM PEMILIHAN GUBERNUR DIBAWA KE PANJA

28-05-2009 / KOMISI II
Komisi II DPR RI dan Pemerintah sepakat Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) tentang pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY dalam pembahasan RUU tentang Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dibawa ke Panja, karena belum ada kesepakatan diantara fraksi-fraksi terhadap DIM dimaksud. Demikian usulan yang disampaikan fraksi-fraksi pada rapat kerja dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM (diwakili) dan Menteri Keuangan (diwakili), Kamis (28/5) yang dipimpin Ketua Komisi II E.E. Mangindaan (F-PD) didampingi Wakil Ketua Ida Fauziah (F-KB). Terhadap pemilihan gubernur dan wakil gubernur ini, beberapa fraksi ada yang mengusulkan pengukuhan, ada juga penetapan dan juga pengangkatan.Dalam hal ini, Fraksi Partai Golkar, F-PPP, F-PD menghendaki pengukuhan. Sedang F-KB dan F-PAN menghendaki penetapan dan F-PDIP menginginkan pengangkatan. Alasan F-PDIP untuk kata pemilihan gubernur diubah menjadi pengangkatan, kata Eddy Mihati, pilihan pengangkatan didasarkan pada argumentasi bahwa Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Selain itu, alasan lain yang diberikan fraksinya adalah menyamaratakan tata cara pilkada di semua daerah secara serta merta adalah semangat keseragaman yang tidak kompatibel (tidak selaras) dengan kemajemukan bangsa Indonesia. Fraksinya berpendapat, harus dibuka kesempatan mempunyai tata cara pilkada yang berbeda di daerah-daerah. Oleh karena itu, dimungkinkan memberikan dasar bagi bentuk pilkada lain yang tersirat dalam kategori pilkada demokratis, seperti pilkada dilakukan oleh electoral delegates, atau pilkada dilakukan oleh DPRD tingkat I/II. Sementara Lena Maryana mengatakan, Fraksi PPP mengusulkan adanya pengukuhan lembaga Kesultanan dan Pakualaman. Kalau seperti rancangan yang diusulkan pemerintah nantinya dikhawatirkan akan membangun monarkhi. absolute. Jadi, kata Lena, membahas DIM ini harus dikaji secara cermat dan hati-hati, jangan sampai usulan yang disampaikan pemerintah itu nantinya akan menimbulkan konflik dan rentang kendali dalam pemerintahan. Menanggapi banyaknya perbedaan pendapat DIM 59 ini, Menteri Dalam Negeri Mardiyanto menyatakan setuju jika DIM ini dibawa ke Panja, karena persoalan yang dibahas itu memang rumit dan banyak argumentasi. Dalam hal ini, Pemerintah memberikan satu gambaran bahwa membicarakan gubernur dan wakil gubernur tentunya tidak akan terpisahkan dari Parardhya. Pemerintah memandang kata-kata gubernur dan wakil gubernur tentu juga menganut dengan aturan konstitusi yang dijabarkan dengan aturan perundangan, apakah UU masa lalu atau UU produk sekarang (UU No.32/2004), maka seorang gubernur dan wakil gubernur otomatis juga seorang pejabat negara. Kalau gubernur sebagai pejabat negara tentu masa baktinya harus ditentukan. Pemerintah sangat menyadari bahwa dalam era sekarang akan menerapkan kata-kata monarki absolute atau menerapkan demokrasi murni juga tidak tepat “Disinilah pemerintah mencoba meramu diantara dua hal tersebut dalam bentuk adanya suatu lembaga yang dikenal dengan parardhya. Mardiyanto menambahkan, saat itu Sultan juga tidak otomatis menjadi gubernur. Karena pada waktu Sri Sultan Hamengku Buwono X dinobatkan menjadi Sultan tidak secara otomatis langsung menjadi Gubernur DIY, harus menunggu delapan tahun setelah wafatnya Pakualaman. Dengan demikian, kata Mardiyanto, keistimewaan-keistimewaan itu dijaga, diwadahi, tetapi tentu kita harus menjawab bahwa konstitusi juga menghendaki adanya satu alam yang demokratis. Penetapan memang dilakukan oleh Presiden, dan itu memang satu persyaratan. Dan untuk menuju penetapan apakah dengan pemilihan apakah langsung, disinilah pemerintah mencoba menempatkan dalam dua posisi tersebut. Lebih lanjut Mardiyanto mengatakan, membicarakan gubernur dan wakil gubernur tidak terlepas dari Parardhya. Di sini kita mencoba menempatkan Sultan dan Pakualam sebagai suatu institusi, dan kaitannya nanti tentu dengan kewenangan-kewenangan yang lebih dalam lagi. Dalam hal ini, Pemerintah tetap mencoba mencari perpaduan antara monarki dengan demokrasi. (tt)
BERITA TERKAIT
Edi Oloan Dorong ATR/BPN Tingkatkan Respons Terhadap Sengketa Tanah
31-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi II DPR RI menggelar Rapat Kerja dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron...
Komisi II Minta Kementerian ATR Segera Selesaikan Masalah Sertifikat dan Konflik Agraria
30-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Rapat Kerja (Raker) Komisi II DPR RI dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron...
Ketua Komisi II Minta Transparansi Sertifikat Pagar Laut Tangerang
30-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima informasi bahwa Kejaksaan Agung mulai...
LEMTARI dan MKMTI Laporkan Mafia Tanah, Komisi II Minta ATR/BPN Segera Bertindak
23-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi II DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk mendengarkan pengaduan masyarakat terkait permasalahan pertanahan dari...